VADCOY – Pembahasan tentang sejarah surau sebagai lembaga pendidikan Islam di Minangkabau, hanya dipaparkan sekitar awal pertumbuhan surau sampai dengan meredupnya pamor surau. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan lahirnya gerakan pembaruan di Minangkabau yang ditandatangani dengan berdirinya madrasah.
Istilah surau di Minangkabau sudah dikenal sebelum datangnya agama Islam. Dalam sistem adat Minangkabau, surau adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap rumah gadang. Pelengkap ini fungsinya sebagai tempat bertemu, berkumpul, rapat, dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan orang tua yang uzur.
Fungsi surau ini semakin kuat posisinya karena struktur masyarakat Minangkabau yang menganut sistem Matrilineal. Menurut ketentuan adat, bahwa laik-laki tidak mempunyai kamar di rumah orang tua mereka, sehingga mereka diharuskan tidur di surau.
Kenyataan ini menyebabkan surau menjadi tempat yang sangat penting bagi pendewasaan generasi di Minangkabau. Generasi dari segi ilmu pengetahuan, maupun keterampilan praktis lainnya.
Adapun fungsi dari surau ini tidaklah berubah setelah kedatangan Islam, hanya saja fungsi keagamaannya semakin penting. Surau pertama kali diperkenalkan oleh Syeikh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman. Pada masa tersebut, eksistensi surau di samping sebagai tempat sholat juga digunakan sebagai tempat mengajarkan Agama Islam, khususnya tarekat.
Melalui pendekatan ajaran tarekat Sattariyah, Syeikh Burhanuddin menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat Minangkabau. Dengan ajarannya yang menekankan kesederhanaan, tarekat Sattariyah berkembang dengan pesat.
Muridnya tidak hanya berasal dari Ulakan-Pariaman, tetapi berasal dari daerah-daerah lain di Minagkabau. Misalnya Tuanku Nansiang Nan Tuo yang mendirikan surau Paninjauan. Lalu Tuanku Nan Kaciak yang mendirikan suaru di kota Gadang.
Sehingga pada akhirnya, murid-murid Syeikh Burhanuddin tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan surau sebagai lembaga pendidikan bagi generasi selanjutnya.
Sebagai lembaga pendidikan tradisional, dalam sejarah surau ini menggunakan pendidikan halaqoh. Materi pendidikan yang diajarkan pada awalnya masih seputar belajar huruf hijayah dan membaca al-Qu’ran, di samping ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti keimanan, akhlak, dan ibadah. Adapun waktu dalam melaksanakan pendidikan ini pada umumnya di malam hari.
Secara bertahap, surau sebagai lembaga pendidikan Islam semakin mengalami kemajuan. Ada 2 jenjang pendidikan surau pada era ini, yaitu.
1. Pengajaran Al-Quran
Dalam mempelajari al-Qur’an ada 2 macam tingkatan.
- Pendidikan Tingkat Rendah, yaitu pendidikan untuk memahami ejaan al-Qur’an dan bacaan al-Qur’an.
- Pendidikan Tingkat Atas, yaitu pendidikan membaca al-Qur’an dengan lagu, kasidah, berzanji, tajwid, dan kitab parukunan.
2. Pengajian Kitab
Materi pendidikan pada jenjang ini meliputi: Ilmu sharaf dan nahwu, ilmu fikih, ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu lainnya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab Arab, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Setelah itu, lalu diterangan maksud dari isi kitab tersebut.
Itulah sejarah surau secara singkat yang telah dipaparkan. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca semuanya, khususnya bagi orang-orang yang sedang mendalami tentang materi surau.
Wallahu A’lam Bishawab