Pengertian Break Even Point/Titik Impas

Vadcoy.com – Pada postingan kali ini, Mang Ocoy akan membagikan materi pelajaran tentang “Pengertian Break Even Point/Titik Impas” pada Mapel Prakarya. Silahkan simak penjelasannya di bawah ini!

A. Pengertian Break Even Point/Titik Impas

Pengertian Break Even Point/Titik Impas

Mau berhasil kok takut gagal! Kuno!, Itulah ucapan tokoh wirausahawan ternama Bob Sadino begitu menohok dan berhasil menggelitik hati kita dalam membangun sebuah usaha. Namun apakah kegagalan tidak dapat diminimalisir?

Apakah kegagalan justru dapat membuat kita semakin menguatkan tekad kita dalam menjalani sebuah bisnis dan usaha?.sebagai seorang wirausaha ataupun calon wirausaha kalian harus dapat memperhitungkan segala bentuk kemungkinan yang akan terjadi, salah satunya adalah memperhitungkan adanya titik impas (Break Even Point).

Break even point yang kemudian disingkat BEP dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana sebuah usaha di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian atau dengan kata lain pada keadaan itu keuntungan atau kerugiaan sama dengan nol.

Jika sebuah usaha dalam proses penjualannya hanya cukup untuk menutup biaya variable dan sebagian biaya tetap, maka usaha tersebut menderita kerugian begitupun sebaliknya. Lalu apa yang dimaksud dengan biaya variable dan biaya tetap? Apa saja komponennya? Mari kita bahas satu persatu.

Sebelum kita masuk ke materi lebih jauh maka Anda harus mengetahui dahulu manfaat yang didapat ketika kita melakukan perhitungan BEP, manfaat tersebut antara lain:

  • Sebagai alat perencanaan dalam menghasilkan laba produksi
  • Sebagai bahan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan.
  • Sebagai alat dalam mengevaluasi laporan laba dari sebuah usaha secara keseluruhan
  • Sebagai alat pelaporan yang mudah dibaca dan dimengerti.

Berikut ini adalah beberapa Pengertian Break Even Point/Titik Impas menurut para ahli.

  1. Pengertian BEP menurut Yamit (1998:62), Break Even Point atau BEP dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana total pendapatan besarnya sama dengan total biaya (TR=TC).
  2. Pengertian BEP menurut Mulyadi (1997:72), impas adalah suatu keadaan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi, dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.
  3. Pengertian BEP menurut Simamora (2012:170), BEP atau titik impas adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak ada laba maupun rugi bersih.
  4. Pengertian BEP menurut Garrison (2006:335), Break even point adalah tingkat penjualan dimana laba sama dengan nol, atau total penjualan sama dengan total beban atau titik dimana total margin kontribusi sama dengan total beban tetap.
  5. Pengertian BEP menurut Hansen dan Mowen (1994:16), ”Break Even Point is where total revenues equal total costs, the point is zero profits” atau dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi Break even point adalah di mana total pendapatan biaya total yang sama, intinya adalah nol keuntungan.
  6. Pengertian BEP menurut Harahap (2004), Break even point adalah suatu kondisi perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian artinya semua biaya biaya yang telah dikeluarkan untuk operasi produksi bisa ditutupi oleh pendapatan dari penjualan produk.
Baca juga:  Jenis, Unsur, dan Fungsi Surat Lamaran Pekerjaan

B. Komponen Perhitungan Titik Impas (Break Even Point)

Break even point memiliki beberapa komponen-komponen pendukung sebagai dasar perhitungan, komponen perhitungan tersebut meliputi:

1. Fixed Cost (Biaya Tetap)

Komponen ini merupakan biaya yang memiliki nilai tetap atau konstan (tidak berubah) walaupun ada maupun tidak ada dalam sebuah kegiatan produksi. Dalam sumber lain dijelaskan Fixed Cost merupakan biaya atau pengeluaran bisnis yang tidak tergantung pada perubahan jumlah barang atau jasa yang dihasilkan.

Contoh biaya fixed cost adalah biaya tenaga kerja, biaya penyusutan mesin, uang sewa gedung, pajak bangunan, dan asuransi yang dibayar setiap bulanan atau tahunan. Biaya-biaya tersebut tetap ada atau harus dibayar meskipun perusahaan sama sekali tidak menghasilkan output barang atau jasa.

2. Variable Cost (Biaya Variabel)

Komponen ini merupakan biaya per unit yang sifatnya dinamis tergantung dari tindakan volume produksinya. Jika produksi yang direncanakan meningkat, berarti variable cost pasti akan meningkat. Berbeda dengan Fixed Cost, Variable Cost merupakan biaya yang tidak perlu dibayar apabila perusahaan tidak menghasilkan output sama sekali.

Atau dengan kata lain, Biaya Variabel adalah biaya atau pengeluran yang dapat berubah apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkannya juga berubah (berubah naik atau turun). Contoh biaya ini yaitu biaya bahan baku, biaya listrik.

Contoh kasus untuk kedua biaya tersebut:

Perusahaan XXYY memiliki biaya tetap untuk sewa gedung sebesar Rp. 50 juta per bulan yang digunakan untuk memproduksi kotak makanan. Jika perusahaan tidak dapat memproduksi kotak makanan untuk bulan tersebut, perusahaan tetap saja harus membayar Rp. 50 juta yang digunakan untuk sewa gedung ini.

Di sisi lain, apabila perusahaan berhasil memproduksi 2 juta kotak makanan, biaya sewa gedung ini tetap sama yaitu Rp. 50 juta juga. Sedangkan biaya Variabel akan berubah dari 0 menjadi 200 juta (contohnya biaya variabel Rp. 100 per 1 unit kotak makanan).

Baca juga:  Hubungan dan Perbedaan Al-Quran dengan Kitab Suci Lainnya

3. Selling Price

Komponen ini adalah harga jual per unit barang atau jasa yang telah diproduksi.

C. Strategi Penetapan Harga Jual

Sebagai seorang yang baru merintis sebuah usaha dan minim akan pengalaman, kalian mungkin mengalamai kesulitan untuk dapat menentukan harga jual produk yang pas dan tepat. Jika kalian terlampau tinggi dalam menentukan harga kemungkinan penjualan akan tidak berjalan baik atau mungkin banyak konsumen yang tidak ingin membeli produk kalian.

Namun tetap ada hal yang dapat produk kalian laku walaupun dipatok dengan harga tinggi, apakah hal itu? dua hal itu adalah Kualitas dan juga Popularitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa pepatah lama mengatakan “ada harga ada rupa”, dimana kualitas menjadi hal yang tidak dapat ditawar ketika konsumen harus merogoh koceknya dalam jumlah besar.

Popularitas juga sebuah penentu untuk mendongkrak harga produk dalam harga tinggi tanpa adanya penawaran, masalahnya dalam hal ini apakah kalian sudah cukup terkenal untuk dapat menentukan harga produk kalian setingi langit? Lalu cara apa yang harus kalian gunakan dalam menentukan harga jual produk kalian? Mari kita bahas bersama strategi penetapan harga yang dapat kalian gunakan.

1. Mark Up Pricing

Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan beberapa persen harga dari pembelian bahan baku kemudian baru mengkalkulasi modal yang dibutuhkan sebelum mendapatkan markup pricing-nya dimana hasil prosentase yang akan menjadi jumlah keuntungan yang kalian peroleh.

Contoh: Rumus:
Harga Jual= Bahan Baku Modal + (Bahan Baku Modal x Markup)

Misalnya, kamu ingin memiliki usaha kerajinan dengan bahan baku limbah berbentuk bangun ruang Rp. 10ribu/pcs. Markup yang ingin tambahkan adalah 20%. Maka keuntungan yang bisa didapatkan adalah,

Harga Jual= Rp. 10.000 + (Rp. 10.000 x 20%)
Harga Jual= Rp. 12.000/pcs

Dalam kasus tersebut kalian akan mendapatkan keuntungan sekitar Rp.2000 apabila ingin mendapatkan markup sekitar 20%.

2. Margin Pricing

Berbeda dengan Markup yang menggunakan prosentase untuk mendapatkan keuntungan, Margin Pricing merupakan metode dengan menentukan terlebih dahulu berapa besar produk yang akan dijual. Setelah itu kalian dapat menggunakan rumus perhitungannya untuk menentukan berapa besar profit yang ingin diambil. Contoh:

Margin= (Harga Jual – Harga Modal)/Harga Jual

Misalnya, kamu ingin memiliki usaha kerajinan dengan bahan baku limbah berbentuk bangun ruang dengan modal Rp. 15 ribu dan ingin menjualnya seharga Rp. 50 ribu perbuah. Apakah keuntungan yang diambil terlalu besar atau tidak? masukkan saja ke dalam rumus yang telah disiapkan di atas.

Margin= (50.000 – 15.000)/ 50.000
Margin= 0,7 atau 70%

Dilihat dari hasilnya, keuntungan yang akan kalian dapat dalam setiap produk adalah 70%. Jika menurut kalian hasil ini terlalu besar, kalian dapat merubah profir yang dihasilkan tidak lebih dari 50% dari harga modal awal. Kenapa? karena biasanya memang profit normal sebuah produk tidak lebih dari angka tersebut.

Baca juga:  Prinsip Etos Kerja Muslim dan Manfaat Etos Kerja

3. Value Based Pricing

Value Based Pricing merupakan cara menentukan harga jual sebuah produk yang unik, dimana kalian memberikan harga sesuai dengan nilai yang didapatkan oleh pelanggan. Dengan kata lain, pelanggan yang berhak untuk menentukan seberapa mahal barang tersebut, atau willing to pay (WTP).

Masalahnya, setiap pelanggan pasti memiliki WTP yang berbeda-beda. Lantas, apa yang harus dilakukan?

Memang sangat sulit bagi sebuah pemilik usaha untuk menggunakan metode ini. Biasanya, ada dua cara yang mereka tempuh, yang pertama adalah melakukan riset terhadap beberapa responden. Setiap responden akan memberikan penilaian dan juga harga terhadap produk yang tengah dirilis. Cara kedua adalah dengan memberikan harga tinggi secara langsung.

Para pelanggan sendiri biasanya akan rela untuk membayar mahal sebuah produk berdasarkan beberapa hal, kualitas produk, populatiras dan kelangkaan.

Ketiga alasan tersebut merupakan alasan beberapa brand memilih untuk menjual produk mereka secara limited alias terbatas. Semakin langka sebuah produk, semakin mahal juga harga yang akan diberikan.

4. MSRP (Manufacturer Suggested Retail Price)

Manufacturer Suggested Retail Price merupakan harga produk yang biasanya sudah disarankan oleh sang pemilik kepada pelanggannya. Di Indonesia, kamu bisa mengenalnya dengan tulisan “harga eceran yang disetarakan”. Biasanya, MSRP hanya digunakan untuk perusahaan manufakturing, salah satunya adalah otomotif atau kendaraan bermotor. Namun, apakah MSRP dapat berubah walaupun harganya sudah ditentukan?

Dalam beberapa kasus, ada beberapa retailer yang dengan sengaja menaikkan harga produk walaupun terpasang label MSRP. Sebenarnya, tidak ada aturan yang melarang harga diubah. Terlebih lagi, permintaan pasar yang sedang meninggi namun produknya terbatas alias sudah hampir habis. Ada juga beberapa retailer yang menjual produk lebih murah dari MSRP karena stok yang terlampau banyak.

5. Keystone Pricing

Keystone Pricing merupakan sebuah metode dimana seorang usahawan/retailer melipat gandakan harga modal dari produk yang akan dijual kepada pelanggan. Misalnya, kalian membeli sebuah asbak dengan modal Rp. 20 ribu tetapi menjualnya dengan margin keuntungan 100%.

Jadi, pelanggan kamu harus membayarnya dengan harga Rp. 40 ribu. Apakah cara ini diperbolehkan dan umum digunakan?

Keystone pricing merupakan cara kuno yang telah digunakan toko-toko retailer terkemuka di dunia. Hingga saat ini, metode tersebut masih digunakan karena mampu memberikan profit yang lebih besar bahkan mencapai 2 kali lipat dari harga modal awal.

Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menggunakan keystone pricing, salah satunya adalah kamu harus memastikan jika produk yang dijual memenuhi standar kualitas dan kelayakan.

Kenapa? karena pelanggan tidak akan mau membayar mahal apabila produk yang dijual merupakan produk yang bisa ditemukan di tempat lain dengan harga lebih murah.

Itulah materi tentang “Pengertian Break Even Point/Titik Impas” pada Mapel Prakarya yang bisa Mang Ocoy bagikan. Semoga bisa bermanfaat bagi Anda semua!